Setyo Rahardjo - 16 Apr 2008
Demikian
disampaikan oleh Koordinator Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan
Indonesia (SKEPHI), S. Indro Tjahyono, kepada beritabumi.or.id pada
Selasa (15/4) menanggapi kasus suap yang melibatkan wakil rakyat
tersebut.
Yang dimaksud oleh Tjahyono tidak
galak-galak adalah agar Ketua KPK yang baru ini bisa menjembatani anak
buahnya agar tidak terlalu proaktif membidik para anggota DPR terkait
berbagai kasus suap. Apalagi para anggota dewan akhir-akhir ini menjadi
bidikan KPK, terutama terkait kasus penyelesaian dana BLBI yang
diperkirakan banyak mengalir ke kantong para anggota DPR RI.
Ketika disinggung apakah Al Amin Nasution ini bermain sendiri dalam kasus hutan lindung di Bintan ini, Tjahyono
meragukannya. Menurutnya, Al Amin kemungkinan hanya menjadi wakil dari
para anggota DPR yang lain untuk menerima uang tersebut. Kendati hingga
kini Al Amin belum buka suara tentang apakah ia bekerja sendiri atau
utusan dari Komisi IV, namun kemungkinan ia bermain sendiri sangat
kecil.
Seperti diketahui bahwa Al Amin Nasution, seorang anggota DPR RI dari Fraksi PPP itu tertangkap dalam sebuah penggerebekan yang dilakukan oleh KPK. Kala
itu ia bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bintan, Azirwan, dan
tiga orang lainnya sedang berada di dalam kamar sebuah hotel di
Jakarta. Dari tangan Al Amin, KPK berhasil menyita uang sebesar Rp 71
juta dan 33.000 dolar Singapura.
Al
Amin diduga menerima suap dari Sekda Bintan, Azirwan, untuk
memperlancar pembahasan alih fungsi kawasan hutan lindung di Bintan yang
akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Al Amin merupakan salah satu anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi masalah kehutanan.
Kasus
alih fungsi hutan lindung di Bintan ini sebenarnya hanya satu dari
sekian banyak kasus alih fungsi hutan yang terjadi selama ini. Kasus
serupa telah terjadi sejak lama di sejumlah propinsi. Jadi sebenarnya
kasus suap menyuap untuk pengalih-fungsian hutan sudah terjadi, namun
baru kasus Al Amin ini yang terungkap atau diungkap.
Sementara
itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Ir. Suswono, MMA,
mengajak masyarakat untuk tidak memvonis Komisi IV DPR dan menganggap
seluruh anggota komisi tersebut terlibat skandal suap.
”Silahkan
KPK memproses kasus ini lebih lanjut jika menemukan bukti-bukti
keterlibatan Al Amin ataupun anggota Komisi IV yang lain. Saya sendiri
yakin bahwa jika ia (Al Amin, red) terbukti menerima suap, itu atas
inisiatif secara pribadi,” ujarnya.
Keterlibatan Departemen Kehutanan
Ditanya tentang kemungkinan terlibatnya orang-orang di Departemen Kehutanan (Dephut), Tjahyono
menyatakan bahwa sudah bukan rahasia lagi kasus suap untuk melicinkan
proses alih fungsi hutan lindung menjadi hutan atau lahan produksi telah
terjadi sejak lama dan pasti melibatkan orang dalam (Dephut).
“Bahkan
para menteri (Menteri Kehutanan, red) ditengarai juga terlibat dalam
berbagai kasus pelepasan atau alih fungsi hutan yang selama ini terjadi.
Selain itu, selama ini juga sering terjadi penyimpangan dalam pemberian
ijin hak pengusahaan hutan,” ujarnya.
Sebagai
contoh, pada era Muslimin Nasution menjabat sebagai Menhut, dalam waktu
kurang dari satu bulan, Departemen Kehutanan mengeluarkan ijin HPH
lebih dari 70 buah.
Lebih lanjut Tjahyono
menjelaskan bahwa Muslimin Nasution pernah mengeluarkan 61 ijin HPH
dalam sehari. Dan dari sekitar 70-an ijin HPH yang dikeluarkan pada
bulan Oktober 1999 itu, 17 % atau sekitar 13 buah tidak memiliki nomor
surat keputusan. Hal ini mengindikasikan terjadinya penyimpangan
administrasi yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan yang kala itu
dipimpin oleh Muslimin Nasution.
“Bahkan kami (SKEPHI) sudah mengadukan indikasi korupsi atau pelanggaran/ penyimpangan administrasi ini kepada KPK. Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya,” terang Tjahyono.Sumber : http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0052&ikey=1